Pages

Senin, 30 Agustus 2010

MENKES BUKA APEL SIAGA KESIAPAN PELAYANAN KESEHATAN MUDIK LEBARAN 2010/ 1431 H

Sesuai Inpres RI No. 3 Tahun 2004 tentang Koordinasi Penyelenggaraan Angkutan Lebaran Terpadu, Kementerian Kesehatan berkewajiban meningkatkan kegiatan pelayanan kesehatan pada fasilitas yang ada dan pada tempat-tempat yang diperlukan pada jalur angkutan lebaran.
Untuk persiapan Arus Mudik Lebaran 2010/1431 H., Kementerian Kesehatan bekerjasama dengan Pemerintah Daerah menyiapkan Posko kesehatan atau Unit Pelayanan Kesehatan 24 jam di jalur mudik di seluruh Indonesia. Untuk jalur Jawa-Lampung disiapkan 3.719 Puskesmas, 500 Pos Kesehatan (terdiri 418 Dinas Kesehatan dan 82 Kantor Kesehatan Pelabuhan = KKP), 1.229 ambulans Puskesmas, dan 98 Rumah Sakit Pemerintah plus ambulans.
Kemkes juga menyiapkan Posko Informasi Kesehatan dengan alamat Pusat Tanggap dan Respons Cepat (PTRC) Pusat Komunikasi Publik No. Telp. 021 – 500567 dan 30413700, email info@depkes.go.idThis e-mail address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it .
Tujuannya ialah meningkatan pelayanan kesehatan kepada para pemudik lebaran sehingga dapat menurunkan kesakitan, kecacatan dan kematian. Selain itu, agar terlaksana kesiapsiagaan kesehatan, meningkatnya akses pelayanan kesehatan dan sanitasi, terlaksananya koordinasi lintas program dan lintas sector dalam pelayanan kesehatan, dan mencegah serta mengendalikan penularan penyakit terutama penyakit berpotensi kejadian luar biasa (KLB).
Apel Siaga Pelayanan Kesehatan dipimpin Menteri Kesehatan RI dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH dihadiri pejabat dari Kementerian Perhubungan dan Kementerian Kesehatan, Jum’at 27 Agustus 2010 di Jakarta.
Dalam sambutannya Menkes mengatakan, mudik lebaran merupakan tradisi masyarakat Indonesia yang melibatkan jutaan orang dalam waktu yang relatif bersamaan. Ini merupakan kondisi matra, artinya penduduk berada pada kondisi diluar lingkungan kesehariannya. Karena menyangkut hajat orang banyak dan membawa implikasi sosial dan ekonomi yang besar, maka penanganannya pun diatur dalam Inpres No. 3 tahun 2004 tentang Koordinasi Penyelenggaraan Angkutan Lebaran Terpadu.
Menurut Menkes kesiapan kesehatan pada jalur mudik memiliki nilai strategis karena menyangkut penanganan risiko sakit dan meninggal yang sangat besar. Penilaian kesiapan lebih terlihat dari segi mobilisasi sumber daya, khususnya kesiapan tenaga kesehatan, peralatan dan obat serta ambulans dan sistem evakuasi medik yang melekat didalamnya.
“Kesiapan tersebut merupakan respon medis yang seringkali disoroti secara dramatis bila terjadi kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan luka atau bahkan meninggal dunia. Ini adalah kesiapan pertama karena yang dihadapi adalah faktor risiko cedera dan meninggal dunia”, ujar Menkes.
Menkes menjelaskan, kesiapan kesehatan menyangkut kesiapan public health atau pusat pelayanan kesehatan dimana simpul-simpul faktor risiko penularan penyakit patut menjadi perhatian karena secara epidemiologis selama arus mudik ini dapat terjadi penularan penyakit dan berpotensi menyebabkan Kejadian Luar Biasa (KLB) terutama diare dan keracunan makanan. Bila diabaikan korbannya bisa jauh lebih besar dari jumlah kecelakaan lalu lintas.
“Kesiapan juga harus datang dari masyarakat atau pemudik itu sendiri. Para pemudik harus diberi informasi yang cukup bahwa untuk melaksanakan perjalanan yang jauh, kondisi fisik harus bugar meskipun tetap puasa. Mereka perlu diberikan pengertian pentingnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) selama di perjalanan untuk kepentingan masyarakat sendiri”, ujar Menkes.
Menurut Menkes, hal ini sejalan dengan Visi Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2010-2014 yaitu masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan. Salah satu misinya adalah melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan. Maka pemenuhan layanan kesehatan yang baik, termasuk terjaminnya kesehatan pada saat mudik adalah sangat penting.
Dalam kesempatan itu, Menkes menyampaikan pesan kepada seluruh jajaran petugas kesehatan sebagai berikut:
1. Tunjukkan sikap profesionalisme bidang kesehatan dengan cara mematuhi prosedur penanganan teknis medis dan kesehatan masyarakat dalam penanganan masalah kesehatan di lapangan untuk hasil terbaik bagi rakyat.
2. Bertindak secara inklusif dengan melakukan koordinasi dan kerja sama yang erat dengan sektor terkait, karena kita tidak bisa menangani sendiri masalah kesehatan di lapangan.
3. Bertindak cepat dan efektif karena inti kegiatan adalah penyelamatan nyawa manusia dan kesehatan khalayak orang banyak.
4. Patuhi rambu-rambu yang ada sehingga dalam proses persiapan kesehatan arus mudik lebaran ini seluruh petugas kesehatan bersih dari sanksi-sanksi hukum.

Diakhir sambutannya, Menkes menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada rekan-rekan lintas sektor yang terkait, yaitu Kementerian Perhubungan, Jajaran Polri, Pemerintah Daerah, PMI Pusat dan lain-lain yang telah bersama-sama menyiapkan pelayanan arus mudik tahun ini. Kepada seluruh petugas kesehatan, diminta memberikan pelayanan yang terbaik kepada pemudik.

Sementara itu Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama menambahkan Posko di Pelabuhan Laut dimulai H-14 sampai H+14, di Stasiun Kereta Api dimulai H-10 sampai H+10 dan di Bandara dan jalur darat dimulai H-7 sampai H+7.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI.

KEMENKES KIRIM BANTUAN BAGI KORBAN LETUSAN GUNUNG SINABUNG

Kementerian Kesehatan telah mengirimkan bantuan 20 ribu masker, 2 koli obat-obatan untuk ISPA dan juga obat tetes mata untuk mengantisipasi sesak napas akibat debu letusan Gunung Sinabung di Kabupaten Tanah Karo sekitar 70 kilometer arah barat daya Kota Medan, Sumatera Utara Minggu (29/8). Selain itu, Kemkes juga mengirimkan tim surveilans  dan Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPK) untuk bergabung dengan tim surveilans setempat. Menurut Prof. Tjandra Yoga Aditama, Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL), Unit Pelaksana Teknis (UPT) Ditjen P2PL yakni Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) Medan dan Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Medan telah melakukan beberapa upaya, diantaranya mengukur udara dan debu serta kesehatan lingkungan di lokasi pengungsian.

Hari ini (30/08/2010), PPK Kemenkes Jakarta juga telah mengkoordinasikan untuk bantuan kedua ke Sumatera Utara antara lain 6 orang staf untuk memback-up petugas setempat, MP ASI, masker 30.000 dan logistik sanitasi. 

Ditambahkan, BTKL Medan telah melakukan pengambilan sampel di 3 titik berbeda  jarak dengan sumber Gunung Sinabung. Pengambilan sampel di titik yang sama akan diulang Senin (30/8) untuk membandingkan apakah ada peningkatan atau penurunan polusi. Sampel dilakukan untuk mengukur udara ambient dan debu. Tim BTKL juga akan membantu dalam sanitasi lingkungan di lokasi pengungsian bila diperlukan.

Sementara KKP Medan telah membentuk dua tim penanggulangan bencana yang masing-masing beranggotakan 8 personil, menyerahkan 1000 masker dan memberangkatkan tim surveilans dan tim pelayanan kesehatan ke lokasi. Sedangkan Regional PPK Medan telah mengirimkan 7.000 masker, 135 box MP-ASI.

Rapid Health Asessment juga dilakukan Subdit Kesehatan Matra bersama dengan PPK. Selain itu juga sedang dilakukan inventarisir logistik penjernih air cepat di kantor pusat P2PL untuk persediaan di lokasi pengungsi.

Sementara itu Dinkes Karo telah mendirikan  9 Pos Kesehatan di lokasi pengungsian yang dilayani dokter dengan  3 perawat, menyiagakan 30 dokter, 32 perawat, 25 ambulans dan semua Puskesmas. Dinkes Prov. Sumut juga telah mengirimkan 7 petugas yaitu dokter, perawat dan tenaga umum, dan 5.000 masker.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI.

Rabu, 30 Juni 2010

KUNJUNGAN DIRJEN PPPL KE KAB. ACEH BESAR




Pada tanggal 22 Juni 2010 Dirjen PP dan PL, Prof. dr.Tjandra Yoga Aditama, Sp.P(K), Mars, DTM&H, DTCE berkunjung ke Puskesmas Lamtuba Kabupaten Aceh Besar dimana Gubernur NAD mencanangkan Aceh bebas malaria 2015.

Aceh merupakan propinsi pertama di pulau Sumetera yg mencanangkan eliminasi malaria. Dipilihnya lokasi Puskesmas Lamtuba menurutnya karena pada tahun 2006 Annual Parasitical Index disana adalah 2/100 dan sekarang berhasil diturunkan menjadi 0,2/1000, sehingga program eliminisasi malaria memang secara nyata dapat dilakukan.

Di Aceh juga Kementerian Kesehatan (lewat program PL) sudah menyediakan sarana air bersih untuk sekitar 300 desa. Sementara itu, pada tanggal 21 Juni 2010   Dirjen PP dan PL, Prof. dr.Tjandra Yoga Aditama, Sp.P(K), Mars, DTM&H, DTCE melakukan kunjungan ke kantor KKP Kelas 3 Sabang, salah satu KKP termuda karena baru berumur sekitar 2 tahun, dan juga menemui SekDa Sabang. Khusus untuk malaria, seluruh propinsi Aceh mentargetkan eliminasi tahun 2015 sedangkan pemda Sabang mentargetkannya eliminasi  tercapai 2013.

Sumber : DITJEN PP DAN PL

Rabu, 09 Juni 2010

Jejak Roda Sejarah Pelayanan Kesehatan Haji Indonesia

Pelayanan kesehatan haji di Indonesia berjalan bak roda pedati. Seiring waktu semakin jauh perjalanan yang ditempuh dan semakin banyak kemajuan yang terjadi.

Upaya perubahan terhadap penyelenggaraan perjalanan haji dimulai pada tahun 1921. Periode tahun 1921-1941 disebut periode Hindia Belanda. Pada periode ini penyelenggaraan haji ditangani oleh perusahaan perkapalan Belanda yang terkenal dengan nama Kongsi Tiga Kyai Achmad Dahlan mulai mengadakan langkah-langkah perbaikan perjalanan haji. Tahun 1922 dikeluarkan Pilgrims Ordonanti. Di dalam Pilgrims Ordonanti tersebut tercantum persyaratan kesehatan bagi calon jemaah sebelum berangkat maupun sekembalinya dari tanah suci. Selain persyaratan kesehatan bagi jemaah, undang-undang tersebut juga mengatur persyaratan kesehatan bagi alat pengangkut.
Dengan diketahuinya tim penyelidikan ke tanah suci yang diketuai Hoop Bestur Muhammadiyah yang terdiri dari KHM Syudjah dan Mas Wiryopertomo, maka pada tahun 1922 dengan dimotori oleh Bapak Wiwoko dan Bapak Haji Husni Thamrin maka Pilgrims Ordonanti yang telah membelenggu penduduk bumi putra telah berhasil dirubah. Salah satu hasil perjuangan tersebut disebutkan bahwa organisasi rakyat yang terpercaya dapat ditunjuk oleh gubernur jenderal untuk mengangkut jemaah haji.
Yayasan Panitia Haji Indonesia (PHI) diakui sebagai satu-satunya yayasan yang diikutkan dalam pengurusan penyelengaraan ibadah haji. Untuk membimbing jemaah dalam perjalanan dan memberi pelayanan kesehatan selama perjalanan dan di Arab Saudi dibentuk MPH (Majelis Pembimbing Haji) dan RKHI (Rombongan Kesehatan Haji Indonesia).
Periode Pascakemerdekaan Republik Indonesia
Pada periode pascakemerdekaan terdapat beberapa perbaikan. Selain kongsi tiga yang diberi kesempatan mengangkut jemaah haji, diberikan juga kepada maskapai pelayaran nasional Indonesia seperti Pelayaran Inaco, Pelni, dan Jakarta Lloyd. Sedangkan pelayaran Musi diserahi tugas untuk mengkoordinir pelayaran yang mengangkut jemaah haji.
Tanggal 22 Mei 1950, dr. Ali Akbar diperbantukan di kedutaan Republik Indonesia Serikat, ditempatkan di bagian kesehatan dengan kewajiban menyelenggarakan perawatan jemaah haji Indonesia. Pada kedutaan yang dijabat oleh dr. Mas mohamad Hoesen Arifin terhitung tanggal 9 Oktober 1954 pada bagian hubungan luar negeri kementerian kesehatan dibentuk Seksi Urusan Jemaah Haji. Sebagai kepala seksi urusan jemaah haji ditunjuk dr. Ali Akbar.
Kemudian pada periode 1960-1970 dibentuk Panitia Perbaikan Perjalanan Haji atau disingkat P3H dan di dalam perkembangan selanjutnya menjadi Dewan Urusan Haji (DUHA). Tanggal 1 Desember 1964 dibentuk PT. Arafat sebagai perusahaan pelayanan yang diserahi tugas untuk mengangkut jemaah haji. Tanggal 15 Juni 1965 dengan Kepres No.180 tahun 1965 dibentuk Departemen Urusan Haji.
Pada tanggal 1 Februari 1960 dikeluarkan surat keputusan menteri muda kesehatan, menteri muda laut, dan menteri muda agama. Surat keputusan bersama ini berisi penjabaran Pengangkutan Orang (PO) 1922 yang mengatur persyaratan kesehatan bagi kapal maupun tenaga kesehatan yang disyaratkan untuk suatu kapal angkutan jemaah. Tahun 1969 dan 1970 jemaah haji udara mulai terkena kewajiban karantina. Terhitung 1 Juli 1960 di Jeddah ditempatkan atase kesehatan. Atase kesehatan yang pertama adalah dr. M. Kartobi Tirtawidjaja yang bertugas di Jeddah sampai tahun 1965. Sebagai penggantinya ditunjuk Brigjen dr. R. M. Sadikin yang bertugas sejak tahun 1965-1968.
Memasuki periode tahun 1971-1977, pengkarantinaan dihapuskan namun demikian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku selama jemaah di tampung di asrama tetap dilakukan pengamanan kesehatan. Upaya pengamanan kesehatan ini meliputi pengawasan sanitasi asrama, sanitasi makanan, pemeriksaan akhir, pengamatan penyakit, penyuluhan kesehatan dan pengobatan jemaah yang sakit selama dalam penampungan/asrama. Untuk menampung kegiatan kekarantinaan maka di dalam rangka reorganisasi departemen kesehatan, pada tahun 1975 di Direktorat Jenderal Pemberantasan dan Pencegahan Penyakit Menular (Dirjen P3M) dibentuk subdit karantina haji dan pengamanan kesehatan perpindahan penduduk. Tahun 1977 pengkarantinaan dihapuskan, tahun 1978 dikeluarkan Peraturan Menkes No.321/Menkes/PER/IX/1978 tentang pengamanan kesehatan jemaah haji. Peraturan ini berisi pernyataan kesehatan bagi jemaah yang akan berangkat, sekembalinya dari tanah suci dan persyaratan asrama serta penyediaan makanan bagi jemaah haji selama di asrama.
Perubahan Pascalokakarya
Tahun 1975 diadakan lokakarya peningkatan pelayanan haji. Hasil-hasil keputusan lokakarya yaitu bahwa pemeriksaan kesehatan terhadap calon jemaah dilakukan 2 kali. Pemeriksaan I dilakukan sebelum setor ONH (Ongkos Naik Haji) dan pemeriksaan II dilakukan 1 bulan sebelum jemaah berangkat ke pelabuhan embarkasi. Istilah rombongan kesehatan haji Indonesia dirubah menjadi Tim Kesehatan Haji Indonesia. Tiap 1500 jemaah diikuti oleh 1 dokter dan 1 paramedis. Pelayanan kesehatan selama di Arab Saudi dilaksanakan secara terpusat dengan mendirikan balai-balai pengobatan di tiap daerah kerja (Jeddah, Mekkah, Madinah) sedangkan untuk tempat rujukan didirikan rumah sakit. Pada periode ini, pelayanan kesehatan jemaah haji Indonesia di Arab Saudi mulai diperluas yaitu dengan melaksanakan upaya pengamatan penyakit (surveilans) dan pengawasan lingkungan pemukiman jemaah.
Pada periode 1981–1990, pemberangkatan jemaah haji diperluas yaitu dengan membuka pelabuhan Ujung Pandang sebagai pelabuhan embarkasi/debarkasi haji. Dengan demikian pengamanan kesehatan haji dilaksanakan di 4 pelabuhan embarkasi/debarkasi. Pelayanan kesehatan jemaah haji di Arab Saudi mulai diadakan perubahan yaitu dengan menempatkan tenaga-tenaga kesehatan di kafilah. Tiap kafilah terdiri dari 1500 jemaah dan pelayanan kesehatan ditangani oleh seorang dokter ditambah 4 paramedis.
Tahun 1982 sistem tersebut di atas disempurnakan lagi yaitu dengan jalan menempatkan seorang tenaga kesehatan di kloter. Sistem ini berlaku sampai tahun 1983. Bulan Mei 1983 diadakan seminar penanggulangan sengatan panas. Pada tahun 1984 pelayanan kesehatan di Arab Saudi diadakan penyempurnaan lagi yaitu kelompok terbang diikuti oleh satu dokter dan seorang paramedis.
Selain daripada itu mulai tahun 1983 Pemda telah dilibatkan dalam penyediaan tenaga untuk pelayanan kesehatan di Arab Saudi yaitu dengan mengirim TKHD. Tahun 1984 dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.558/Menkes/SK/1984 tanggal 30 November 1984 di Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman (Dirjen PPM dan PLP) dibentuk subdit kesehatan haji.
Tahun 1989 dilakukan rapat evaluasi pengamanan kesehatan haji Indonesia yang antara lain terbit Surat Keputusan Menkes No.252/Menkes/SK/V/1990 tentang pengamanan kesehatan haji dimana pemeriksaan kesehatan calon haji dilaksanakan 2 tahap. Tahap 1 di puskesmas. Tahap 2 di embarkasi. Tahun 1992 keluar SK Menkes No.1117/SK/VII/1992 tentang pemeriksaan kesehatan calon haji dilaksanakan menjadi 3 tahap, pemeriksaan di puskesmas, pemeriksaan II di daerah tingkat II, dan pemeriksaan III di pelabuhan embarkasi.
Pelayanan kesehatan haji pada saat ini dilaksanakan berdasarkan Kepmenkes No.1394/2002 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Haji Indonesia. Pemeriksaan kesehatan haji dibagi 2 tahap yaitu pemeriksaan tahap pertama di puskesmas dan pemeriksaan tahap kedua di embarkasi. Diantara pemeriksaan tahap pertama dan kedua dilaksanakan pemberian vaksinasi meningitis bertempat di puskesmas. Setelah jemaah haji pulang dari tanah suci, jemaah haji harus memeriksakan kesehatan kembali ke puskesmas.
Angka kematian jemaah haji tahun 2008 masih sangat tinggi yaitu 465 orang (rasio wafat 2.10 per 1000 jamaah). Upaya peningkatan pelayanan kesehatan haji masih harus terus dilakukan sehingga jemaah haji yang berangkat ke tanah suci bukan hanya menjadi jemaah haji yang mabrur tapi juga menjadi jemaah haji yang sehat. [primz]

Sumber : http://myhealing.wordpress.com/2010/06/01/jejak-roda-sejarah-pelayanan-kesehatan-haji-indonesia/

46 Warga Aceh Positif Terjangkit HIV/AIDS

Wed, Jun 9th 2010, 12:06

LANGSA -  Palang Merah Indonesia (PMI) Langsa merilis  hingga Desember 2009 sedikitnya 46 warga di Aceh dinyatakan positif menderita penyakit mematikan Human Immunodefisiensy Virus (HIV) atau Aquaired Immnueha Deficiency Syndrome (AIDS). Bahkan, data Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Aceh, dari jumlah tersebut sebanyak 15 orang di antaranya telah meninggal dunia.

Hal itu dikatakan Wakil Ketua Bidang Sosial dan Kesehatan PMI Langsa, dr Hj Dahniar MKes, Selasa (8/6). Dahniar juga pernah menyampaikan hal yang sama dalam sosialisasi penyakit HIV/AIDS yang didukung American Red Cross kepada masyarakat Langsa, Rabu (2/6). “Sekarang saatnya kita semua peduli HIV/AIDS. Karena dengan itu kita bisa menyelamatkan anda dan orang-orang yang anda sayangi,” katanya.

Koordinator Tim Penanggulan HIV/AIDS ini menambahkan, hingga Desember 2009, Kota Lhokseumawe dan Langsa adalah daerah tertinggi ditemukannya kasus HIV/AIDS dengan masing-masing dengan 4 kasus. Selanjutnya Kabupaten Aceh Timur, Aceh Utara, Bireun, Pidie Jaya, Pidie, dan Aceh Besar masing-masing 3 kasus.

Untuk Kota Banda, Aceh Barat, Aceh Tamiang, Siemeulu, Bener Meriah, dan Aceh Tengah, sebut dia,  tercatat 12 kasus, serta Aceh Selatan dan Sabang baru ditemukan dua kasus. Khusus untuk Kota Langsa, tambahnya, sampai April 2010 sudah ditemukan tiga kasus lagi, dan satu kasus suspect HIV yang masih dalam pemeriksaan. 

Untuk mengantisipasi peningkatan penyebaran HIV/AIDS di Aceh, khususnya Kota Langsa, menurut Dahniar, PMI Cabang Langsa telah berpartisipasi aktif secara langsung dalam mencegah penyebaran penyakit sangat mematikan ini melalui “program penanggulangan HIV/AIDS di Kota Langsa”. “Program ini telah berjalan selama periode Maret hingga Mei 2010,” katanya.

Program ini, kata dia, diadakan melalui pertemuan lintas sektoral, pendataan kelompok rentan, dan berisiko, dialog interaktif, pemeriksaan sero survey, penyuluhan, penyebaran spanduk, dan leaflet, pendistribusian kuisioner dan seminar sehari dengan thema “peduli HIV/AIDS, mari kita cegah bersama”. Dikatakan, sasarannya adalah semua elemen masyarakat dari berbagai strata dan profesi. Masyarakat yang tidak paham dengan HIV/AIDS berkomunikasi langsung dengan PMI Cabang Langsa seperti konsultasi tempat, kemana mereka harus mencari VCT atau konselor yang dibutuhkan.

Program penanggulangan HIV/AIDS di Langsa adalah program kedua yang dilaksanakan PMI Langsa. Program pertama lebih menitikberatkan pada sosialisasi HIV/AIDS pada masyarakat dan murid-murid sekolah.  Program kedua, kata dia, dilakukan pemeriksaan darah pada PSK, waria, sopir, ABK dan petugas laboratorium.

Menurutnya, cara tepat pencegahan dan penularan HIV/AIDS adalah melalui rumus A:Abstinen (tidak melakukan hubungan seks), B: Be Faithful (bersikaplah saling setia dengan pasangan yang sah), C: Condom (orang yang positif mengidap HIV wajib menggunakan kondom bila berhubungan seks), D: No Drugs (hindari penyalahgunaan narkoba) dan E : Equipment Sterilization (pentingnya suci hama  alat medis). “Dan yang paling utama membentengi diri dengan iman dan mendekatkan diri kepada Allah SWT,” demikian dr Dahniar.(is)
 
Sumber : www.serambinews.com 

Vietnam Diserang Wabah Blue Ear

Son La, Vietnam, Penyakit Blue Ear atau yang dikenal dengan nama Porcine Reproductive & Respiratory Syndrome (PPRS) mewabah di 16 provinsi di Vietnam. Ratusan ternak babi mati akibat terkena Blue Ear. Warga mulai cemas penyakit ini menular ke manusia seperti halnya Flu Burung dan Flu Babi.
Seperti dilaporkan Departemen Kesehatan Hewan Vietnam yang dilansir dari xinhuanet, Kamis (3/6/2010) penyakit ini menyerang provinsi Hai Duong, Thai Binh, Thai Nguyen, Hung Yen, Bac Ninh, Hai Phong, Hanoi, Nam Dinh, Ha Nam, Lang Son, Nghe An, Quang Ninh, Bac Giang, Hoa Binh, Cao Bang dan yang terbaru provinsi Son La.Waktu penyebaran dari virus ini sangat cepat sekitar 4-5 bulan dan sedikitnya terdapat 90 persen ternak yang telah menjadi positif.
Virus PRRS ini bisa menginfeksi semua jenis ternak termasuk yang memiliki status kesehatan tinggi atau biasa saja dan menyerang ternak yang berada di dalam atau luar kandang.Namun masih belum dipastikan apakah virus ini juga bisa menginfeksi manusia atau tidak.
Seperti dikutip dari Thanh Nien Online, Dr Duong Van Sinh kepala ICU (Intensive Care Unit) Hue Central Hospital mengungkapkan ada sekitar 28 orang yang diduga (suspect) terinfeksi Streptococcus suis.
Salah satu hal yang menarik perhatian adalah kematian pasien laki-laki (37 tahun) dari Quang Ngai City yang diduga terinfeksi Streptococcus suis. Tapi direktur Hue Central Hospital Prof Bui Duc Phu menuturkan bahwa hasil kultur darah menunjukkan negatif terkena Streptococcus suis."Hasil negatif tidak berarti bahwa pasien tidak terinfeksi Streptococcus suis, karena ada kemungkinan hasil kultur darah ini sudah dipengaruhi kuat oleh antibiotik yang digunakan," ungkap Prof Phu.
Virus PRRS yang menyerang babi bisa meningkatkan kasus kejadian Streptococcus suis pada babi, tapi belum ada kasus yang dilaporkan adanya penularan virus ini dari hewan ke manusia.
Seperti dikutip dari Thepigsite.com, virus PRRS memiliki kemampuan untuk merusak macrophages (bagian dari sistem pertahanan tubuh) terutama yang berada di dalam paru-paru babi. Macrophages yang ada di dalam paru-paru disebut dengan alveolar macrophages yang berfungsi menyerang bakteri dan virus, tapi tidak berlaku pada virus PRRS ini.
Virus PRRS ini bisa berkembang biak di dalamnya dan memproduksi lebih banyak virus lagi sehingga mematikan fungsi macropharoges.Setelah itu virus akan bertahan disana dan tetap aktif selamanya. Kondisi ini menghilangkan bagian penting dari mekanisme pertahanan tubuh sehingga memungkinkan bakteri atau virus lain untuk berkembang biak dan menyebabkan kerusakan.
Sumber : www.healthdetik.com

Minggu, 06 Juni 2010

"PELABUHAN"

I. PENDAHULUAN

1.1 Perkembangan Pelabuhan
Kapal-kapal dan perahu-perahu membutuhkan tempat untuk merapat dan membuang jangkar sehingga kegiatan bongkar-muat barang, menaik-turunkan penumpang, dan kegiatan lain dapat terlaksana. Begitulah awal dari keberadaan konstruksi pelabuhan.
Pelabuhan memerlukan keadaan yang tenang terhadap gangguan gelombang, arus maupun kombinasi dari arus dan gelombang, sehingga pada awalnya sebagian besar pelabuhan berada di tepi sungai, teluk ataupun pantai yang secara alami terlindung terhadap gangguan gelombang (misal : pantai yang berada di belakang suatu pulau-pulau yang berfungsi sebagai pemecah gelombang atau breakwater alami).
Perkembangan sosial ekonomi menuntut dibangunnya konstruksi pelabuhan yang berkembang pula. Misal untuk perdagangan sandang, pangan, hasil produksi suatu daerah, maupun untuk keperluan yang spesifik sifatnya. Kapal yang semula sederhana dan berukuran kecil, meningkat menjadi kapal berukuran besar dengan teknologi moderen. Bahkan kemudian berkembang pula kapal-kapal khusus, seperti kapal barang yang bisa berupa kapal barang umum (general cargo ship), kapal barang curah, kapal peti kemas, kapal pengangkut gas alam cair (LNG tanker), kapal penumpang, kapal ferry, kapal ikan, kapal keruk, kapal perang dan lain sebagainya.
Pelabuhan tidak lagi harus berada di daerah terlindung secara alami, tetapi bisa berada di laut terbuka, untuk medapatkan perairan yang luas dan dalam. Sangat sulit untuk mendapatkan areal yang relatif dalam yang berada di dekat pantai, terlebih lagi jika pantainya merupakan jenis pantai lumpur. Sehingga kapal tanker yang mempunyai draft yang sangat besar merapat jauh di lepas pantai. Di samping itu, kebutuhan pemecah gelombang untuk melindungi daerah perairan semakin meningkat pula. Tipe pelabuhan juga disesuaikan dengan jenis dan ukuran kapal-kapal yang menggunakannya.
1.2 Arti Penting Pelabuhan
Indonesia merupakan negara kepulauan/maritim. Oleh karena itu, pelayaran merupakan sektor penting bagi kehidupan sosial, ekonomi, pemerintahan, pertahanan/keamanan, budaya dan sebagainya.
Kegiatan pelayaran meliputi bidang yang sangat luas antara lain angkutan penumpang dan barang, penjagaan pantai, hidrografi, pariwisata, olah raga dan lain sebagainya. Secara garis besar, kegiatan pelayaran dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pelayaran niaga dan pelayaran bukan niaga. Pelayaran niaga adalah usaha pengangkutan barang terutama barang dagangan melalui laut antar
Buku Ajar Pelabuhan - Pendahuluan 1 - 1
tempat/pelabuhan. Pelayaran bukan niaga meliputi pelayaran kapal patroli, survey kelautan dan sebagainya.
Kapal sebagai sarana pelayaran mempunyai peran penting dalam sistem angkutan laut. Hampir semua barang impor, ekspor dan muatan dalam jumlah sangat besar diangkut dengan kapal laut. Kapal mempuyai kapasitas yang jauh lebih besar daripada sarana angkutan lainnya. Pengangkutan minyak yang mencapai puluhan bahkan ratusan ribu ton, misalnya, apabila harus diangkut dengan truk tangki diperlukan ratusan kendaraan. Untuk muatan dalam jumlah besar, angkutan dengan kapal akan memerlukan waktu lebih singkat, tenaga kerja lebih sedikit, dan biaya lebih murah.
Untuk mendukung sarana angkutan laut tersebut diperlukan prasarana yang berupa pelabuhan. Pelabuhan merupakan tempat pemberhentian (terminal) kapal setelah melakukan pelayaran, serta sebagai tempat untuk melakukan kegiatan menaik-turunkan penumpang, bongkar-muat barang, pengisian bahan bakar dan air tawar, reparasi, pengadaan perbekalan, dan lain sebagainya. Pelabuhan dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas pemecah gelombang, dermaga, peralatan tambatan, peralatan bongkar-muat barang, gudang, halaman untuk menimbun barang, perkantoran baik untuk pengelola pelabuhan maupun untuk maskapai pelayaran, ruang tunggu bagi penumpang, perlengkapan pengisian bahan bakar dan penyediaan air bersih, dan lain sebagainya.
1.3 Definisi Pelabuhan
Dalam bahasa Indonesia dikenal dua istilah yang berhubungan dengan arti pelabuhan yaitu bandar dan pelabuhan.
Bandar (harbour) adalah daerah perairan yang terlindung terhadap gelombang dan angin untuk berlabuhnya kapal-kapal. Suatu estuari atau muara sungai dengan kedalaman air yang memadai dan cukup terlindung untuk kapal-kapal, telah memenuhi kondisi sebagai suatu bandar.
Pelabuhan (port) adalah daerah perairan yang terlindung terhadap gelombang, yang dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas terminal laut meliputi dermaga, kran-kran untuk untuk bongkar muat barang, gudang laut (transito) dan tempat-tempat penyimpanan dimana kapal membongkar muatannya, dan gudang-gudang dimana barang-barang dapat disimpan alam waktu yang lebih lama selama menunggu pengiriman ke daerah tujuan atau pengapalan. Terminal ini dilengkapi dengan jalan kereta api, jalan raya atau saluran pelayaran darat. Daerah pengaruh pelabuhan bisa sangat jauh dari pelabuhan tersebut.
Dengan demikian, pelabuhan merupakan bandar yang dilengkapi dengan bangunan-bangunan untuk pelayanan bongkar-muat barang dan penumpang. Karena dalam kenyataannya sebuah kapal yang berlabuh juga berkepentingan
Buku Ajar Pelabuhan - Pendahuluan 1 - 2
untuk melakukan bongkar-muat barang dan menaik-turunkan penumpang, maka nama pelabuhan lebih tepat dibanding bandar.
Daerah belakang adalah daerah yang mempunyai kepentingan atau hubungan ekonomi, sosial dan hubungan lainnya dengan pelabuhan. Misalnya DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat dan bahkan Indonesia merupakan daerah belakang dari Pelabuhan Tanjung Priok. Sedangkan Pelabuhan Panjang mempunyai daerah pengaruh di Propinsi Lampung maupun Sumatera Bagian Selatan.
1.4 Pelabuhan di Indonesia
Kegiatan pelayaran diperlukan untuk menghubungkan antar pulau, penjagaan wilayah laut, penelitian kelautan, dan sebagainya. Salah satu kegiatan pelayaran terpenting adalah pelayaran niaga, yang dapat dibedakan menjadi pelayaran lokal, pelayaran pantai dan pelayaran samudera.
Pada pelayaran lokal, pelayaran hanya bergerak dalam batas daerah tertentu di dalam suatu propinsi di Indonesia, atau dalam dua propinsi yang berbatasan. Sebagai contoh adalah pelayaran di wilayah Kepulauan Riau, pelayaran antara Pelabuhan Bakauheni di Propinsi Lampung dan Merak di Propinsi Banten. Luas wilayah operasi pelayaran lokal tidak melebihi 200 mil. Kapal-kapal yang digunakan biasanya adalah kapal kecil, kadangkala bahkan kurang dari 200 DWT. Pelayaran pantai, yang juga disebut pelayaran antar pulau atau pelayaran nusantara mempunyai wilayah operasi di seluruh perairan Indonesia. Pelayaran samudera adalah pelayaran yang beroperasi dalam perairan internasional, dengan membawa barang-barang ekspor dan impor dari satu negara ke negara lain. Dewasa ini sudah sangat jarang ditemui pelayaran internasional untuk angkutan penumpang. Pesawat terbang lebih banyak digunakan untuk keperluan tersebut. Pelayaran internasional untuk penumpang, lebih berorientasi untuk tujuan pariwisata.
Selain ketiga jenis pelayaran niaga tersebut, terdapat pelayaran rakyat sebagai usaha rakyat yang bersifat tradisional yang merupakan bagian dari usaha angkutan di perairan. Pelayaran ini menggunakan kapal kecil atau perahu layar.
Ditinjau dari fungsinya dalam perdagangan nasional dan internasional pelabuhan dapat dibedakan menjadi dua yaitu pelabuhan laut dan pelabuhan pantai. Pelabuhan laut bebas dimasuki oleh kapal-kapal asing, banyak dikunjungi oleh kapal-kapal samudera dengan ukuran besar. Pelabuhan pantai hanya digunakan untuk perdagangan dalam negeri sehingga tidak bebas disinggahi oleh kapal asing kecuali dengan ijin tertentu.
Perkembangan sosial ekonomi berbagai daerah amat beragam. Sesuai dengan jenis/ukuran kapal yang singgah di pelabuhan dan tingkat perkembangan daerah, maka pemerintah sebagai regulator telah melakukan kebijaksanaan dalam pengembangan jaringan sistem pelayanan angkutan laut dan kepelabuhanan yang
Buku Ajar Pelabuhan - Pendahuluan 1 - 3
didasarkan pada 4th Gate Way Ports System. Dalam kaitannya dengan hal tersebut di atas, dilakukan penggolongan pelabuhan sebagai berikut :
1. Gate Way Port; yang terdidi dari pelabuhan berikut : (a). Tanjung priok; (b). Tanjung Perak; (c). Belawan; (d). Ujung Pandang.
2. Regional Collector Port; yang terdiri dari pelabuhan berikut : (a). Teluk bayur; (b). Palembang; (c). Balik papan; (d). Dumai; (e). Lembar; (f). Pontianak; (g). Cirebon; (h). Panjang; (i). Ambon; (j). Kendari; (k). Lhokseumawe; (l). Sorong; (m). Bitung; (n). Semarang.
3. Trunk Port; yang dibedakan menjadi dua kategori :
- Kategori I : (a). Banjar Masin b. Samarinda c. Meneng d. Cilacap
e. Tarakan f. Donggala g. Tenau h. Ternate
i. Krueng Raya j. Sibolga k. Jayapura l. Gorontalo
m. Bengkulu n. Batam
- Kategori II :
a. Kuala langsa b. Sampit c. Benoa d. Pekanbaru
e. Jambi f. Pare-pare g. Sintete h. Biak
i. Merauke j. Toli-toli k. Kalianget
4. Feeder Port; Pelabuhan ini merupakan pelabuhan kecil dan perintis yang jumlahnya lebih dari 250 buah di seluruh Indonesia. Pelabuhan ini melayani pelayaran-pelayaran di daerah terpencil. Pelabuhan perintis ini dimaksudkan untuk membuka kegiatan ekonomi daerah terpencil, seperti Wilayah Barat Sumatera, Nusa Tenggara Barat dan Timur, Maluku dan Irian Jaya.
1.5. Macam Pelabuhan
Terdapat berbagai macam pelabuhan, tergantung dari sudut mana meninjaunya. Sudut tinjau tersebut antara lain : segi penyelenggaraan, segi pengusahaan, segi fungsinya dalam perdagangan nasional dan internasional, segi penggunaan, letak geografis.
1.5.1. Ditinjau dari Segi Penyeleggaraannya
a. Pelabuhan Umum
Pelabuhan umum diselenggarakan untuk kepentingan pelayanan masyarakat umum . Penyelenggaraan pelabuhan umum dilakukan oleh pemerintah dan pelaksanaannya dapat dilimpahkan kepada badan usaha milik negara yang didirikan untuk maksud tersebut. Di indonesia dibentuk empat badan usaha milik negara yang diberi wewenang untuk mengelola pelabuhan umum diusahakan. Keempat badan usaha tersebut dalah : PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I
Buku Ajar Pelabuhan - Pendahuluan 1 - 4
berkedudukan di Medan, Pelabuhan Indonesia II berkedudukan di Jakarta, Pelabuhan Indonesia III berkedudukan di Surabaya dan Pelabuhan Indonesia IV berkedudukan di Ujung Pandang. Pembagian Wilayah pengelolaan dapat dilihat dalam gambar 1.1.
Gambar 1.1. Wilayah pengelolaan pelabuhan di Indonesia
b. Pelabuhan khusus
Pelabuhan khusus diselenggarakan untuk kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan tertentu. Pelabuhan ini tidak boleh digunakan untuk krprntingan umum, kecuali dalam keadaan tertentu dengan ijin pemerintah. Pelabuhan khusus dibangun oleh suatu perusahaan baik pemerintah maupun swasta yang berfungsi untuk prasarana pengiriman hasil produksi perusahaan tersebut. Sebagai contoh adalah pelabuhan LNG Arun di Aceh yang digunakan untuk mengirimkan hasil produksi gas alam cair ke daerah atau negara lain. Pelabuhan pabrik alumunium Asahan di Kuala Tanjung Sumatra Utara digunakan untuk melayni import bahan baku bauksit dan exort alumunium ke daerah / negara lain.
1.5.2. Ditinjau dari Segi Pengusahaannya
Buku Ajar Pelabuhan - Pendahuluan 1 - 5
a. Pelabuhan yang diusahakan
Pelabuhan ini sengaja diusahakan untuk memberikan fsilitas-fasilitas yang diperlukan oleh kapal yang memasuki pelabuhan untuk melakukn kegiatan bongkar-muat barang, menaik-turunkan penumpang serta kegiatan lainnya. Pemakaian pelabuhan ini dikenakan biaya-biaya , seperti biaya jasa labuh, jasa tambat, jasa pemanduan, jasa penundaan, jasa pelayanan air bersih, jasa dermaga, jasa penumpukan, bongkar-muat, dan sebagainya.
b. Pelabuhan yang tidak diusahakan
Pelabuhan ini hanya merupakan tempat singgah kapal/perahu , tanpa fasilitas bongkar muat , bea-cukai, dan sebagainya. Pelabuhan ini umumnya pelabunan kecil yang disubsidi oleh pemerintah , dan dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jendral Perhubungan Laut.
1.5.3 Ditinjau dari fungsinya dalam Perdagangan Nasional dan Internasional
a. Pelabuhan laut
Pelabuhan laut adalah pelabuhan yang bebas dimasuki oleh kapal-kapal berbendera asing. Pelabuhan ini biasanya merupakan pelabuhan besar dan ramai dikunjungi oleh kapal-kapal samudra.
b. Pelabuhan pantai
Pelabuhan pantai adalah pelabuhan yang disediakan untuk perdagangan dalam negeri dan oleh karena itu tidak bebas disinggahi oleh kapal berbendera asing. Kapal asing dapat masuk ke pelabuhan ini dengan memint ijin terlebih dahulu.
1.5.4. Ditinjau dari Segi Penggunaannya.
a. Pelabuhan ikan
Pada umumnya pelabuhan ikan tidak memerlukan kedalaman air yang besar, karena kapal-kapal motor yang digunakan untuk menangkap ikan tidak besar. Di Indonesia pengusahaan ikan relatif masih sederhana yang dilakukan oleh nelayan-nelayan dengan menggunakan perahu kecil. Jenis kapal ikan ini bervariasi, dari yang sederhana berupa jukung sampai kapal motor. Jukung adalah perahu yang dibuat dari kayu dengan lebar sekitar 1 meter dan panjang 6 – 7 meter. Perahu ini dapt menggunakan layar atau motor tempel, dan bisa langsung mendarat di pantai. Kapal yang lebih besar terbuat dari papan atau fiberglass dengan lebar 2,0 – 2,5 m dan panjang 8 – 12 meter, digerakkan oleh motor. Kapal Ex-Trawl mempunyai
Buku Ajar Pelabuhan - Pendahuluan 1 - 6
lebar 4,0 – 5,5 m dan panjang 16-19 meter digerakkan oleh motor. Ada pula kapal lebih besar dengan panjang mencapai 30-40 meter. Pelabuhan ikan dibuat disekitar daerah perkampungan nelayan. Pelabuhan ini harus dilengkapi dengan pasar lelang, pabrik/gudang es, persediaan bahan bakar, dan juga tempat cukup luas untuk perawatan alat alat penangkap ikan.
Gambar 1.2 adalah contoh pelabuhan ikan Cilacap. Pelabuhan ikan Cilacap berada di Pantai Teluk Penyu dan menghadap ke Samudera Indonesia dengan gelombang cukup besar. Pelabuhan tersebut merupakan pelabuhan dalam yang dibuat dengan mengeruk daerah daratan untuk digunakan sebagai perairan pelabuhan. Dengan membuat kolam pelabuhan di daerah darat, akan dapat mengurangi panjang pemecah gelombang . Tetapi, dengan demikian dibutuhkan pengerukan yang lebih besar. Pemecah gelombang dibuat dari tumpukan batu dengan lapis pelindung dari tetrapod. Biaya pembuatan pemecah gelombang di laut dengan gelombang sangat besar akan mahal. Pemecah gelombang ini hanya berfungsi untuk melindungi mulut pelabuhan (bukan perairan pelabuhan) sehingga bisa lebih pendek dan murah. Pelabuhan ini direncanakan dapat menampung 250 kapal dengan ukuran kapal maksimum 40 GRT, dengan dimensi panjang 30 meter, lebar 5 meter dan draft maksimum 2,3 m. Produksi ikan yang diharapkan adalah 36 ton/hari. Fasilitas-fasilitas yang ada pada pelabuhan ini adalah kantor pelabuhan, kantor syahbandar, pemecah gelombang, dermaga (pier/jetty), tempat pelelangan ikan, penyedian air tawar, persediaan bahan bakar minya, pabrik Es, tempat pelayanan/reparasi kapal (spilway), rambu suar, tempat penjemuran ikan dan perawatan jala.
Gambar 1.2. Pelabuhan ikan Cilacap.
Buku Ajar Pelabuhan - Pendahuluan 1 - 7
b. Pelabuhan minyak
Untuk keamanan, pelabuhan minyak harus diletakkan agak jauh dari keperluan umum. Pelabuhan minyak biasanya tidak memerlukan dermaga atau pangkalan yang harus dapat menahan muatan vertikal yang besar, melainkan cukup membuatjembatan perancah atau tambatan yang dibuat menjorok ke laut untuk mendapatkan kedalaman air yang cukup besar. Bongkar muat dilakukan dengan pipa-pipa dan pompa-pompa . Gambar 1.3 adalah contoh pelabuhan minyak.
Pipa-pipa enyalur diletakkan di bawah jembatan agar lalulintas diatas jembatan tidak terganggu. tetapi pada tempat-tempat di dekat kapal yang merapat, pipa-pipa dinaikkan ke atas jembatan guna memudahkan penyambungan pipa-pipa. Biasanya, di jembatan tersebut juga ditempatkan pipa uap untuk memebersihkan tangki kapal dan pipa air untuk suplai air tawar. Karena jembatan tidak panjang, maka pada ujung kapal harus diadakan penambatan dengan bolder atau pelampung pengikat agar kapal tdak bergerak.
Perkembangan ukuran kapal tangker yang cukup pesat mempunyai konsekuensi draft kapal melampaui kedalaman air pelabuhan sehingga kapal tidak bisa berlabuh. Untuk itu kapal tangker membuang sauh di laut dalam dan mengeluarkan minyak dengan mengguakan pipa bawah laut, atau memindahkan minyak ke kapal yang lebih kecil dan mengangkutnya ke pelabuhan.
Gambar 1.3. Pelabuhan minyak
c. Pelabuhan barang
Pelabuhan ini mempunyai dermaga yang dilengkapi dengan fasilitas untuk bongkar muat barang . Pelabuhan dapat berada di pantai atau estuari dari sungai besar. Daerah perairan pelabuhan harus cuku tenang sehingga memudahkan bongkar muat barang. Pelabuhan barang ini bisa dibuat oleh pemerintah sebagai pelabuhan niaga atau perusahaan swasta untuk keperluan transport hasil produksinya seperti baja, alumunum, pupuk, batu bara, minyak dan sebagainya. Buku Ajar Pelabuhan - Pendahuluan 1 - 8
Sebagai contoh, Pelabuhan Kuala Tanjung di Sumatera Utara adalah pelabuhan milik pabrik alumunium Asahan. Pabrik pupuk Asean dan Iskandar Muda juga mempunyai pelabuhan sendiri.
Pada dasarnya pelabuhan barang harus mempunyai perlengkapan-perlengkapan berikut ini.
a. Dermaga harus panjang dan harus dapat menampung seluruh panjang kapal atau setidak-tidaknya 80% dari panjang kapal. Hal ini disebabkan karena muatan dibongkar muat melalui bagian muka, belakang dan ditengah kapal.
b. Mempunyai halaman dermaga yang cukup lebar untuk keperluan bongkar muat barang. Barang yang akan dimuat disiapkan di atas dermaga dan kemudian diangkat dengan kran masuk kapal. Demikian pula pembongkarannya dilakukan dengan kran dan barang diletakkan di atas dermaga yang kemudian diangkut ke gudang.
c. Mempunyai gudang transito/penyimpanan di belakang halaman dermaga.
d. Tersedia jalan dan halaman untuk pengambilan /pemasukan barang dari dan ke gudang serta mempunyai fasilitas reparasi.
Sebelum barang dimuat dalam kapal atau setelah diturunkan dari kpal, maka barang muatan tersebut ditempatkan pada halaman dermaga. Bentuk halaman dermaga tergantung pada jenis muatan yang bisa berupa :
a. Barang-barang potongan (general cargo) yaitu barang-barang yang dikirim dalam bentuk satuan seperti mobil, truk, mesin, dan barang-barang yang dibungkus dalam peti, karung, drum, dan sebagainya.
b. Muatan curah/lepas (bulk cargo) yang dimuat tanpa pembungkus seperti batu bara, biji-bijian, minyak dan sebagainya.
c. Peti kemas (container) yaitu suatu peti yang ukurannya telah distandarisasi sebagai pembungkus barang-barang yang dikirim. Karena ukurannya teratur dan sama, maka penempatannya akan lebih dapat diatur dan pengangkutannyapun dapat dilakukan dengan alat tersendiri yang lebih efesien. Ukuran peti kemas dibedakan dalam 6 macam yaitu :
1. 8x8x5 ft3 berat maksimum 5 ton
2. 8x8x7 ft3 berat maksimum 7 ton
3. 8x8x10 ft3 berat maksimum 10 ton
4. 8x8x20 ft3 berat maksimum 20 ton
5. 8x8x25 ft3 berat maksimum 25 ton
6. 8x8x40 ft3 berat maksimum 40 ton
Buku Ajar Pelabuhan - Pendahuluan 1 - 9
Gambar 1.4, 1.5 dan 1.6 adalah contoh bentuk pelabuhan barang potongan, kontainer dan barang curah. GudangKranKapalDermaga kaison
Gambar 1.4. Pelabuhan barang potongan (general cargo) Keret apiTrukPeti kemas Kapal Kran
Gambar 1.5. Pelabuhan peti kemas
Buku Ajar Pelabuhan - Pendahuluan 1 - 10
KapalBatu baraKran
Gambar 1.6. Pelabuhan barang curah
d. Pelabuhan penumpang
Pelabuhan penumpang tidak banyak berbeda dengan pelabuhan barang . Pada pelabuhan barang di belakang dermaga terdapat gudang-gudang , sedang untuk pelabuhan penumpang dibangun stasiun penumpang yang melayani segala kegiatan yang berhubungan dengan kebutuhan orang yang bepergian, seperti kantor imigrasi, duane, keamanan, direksi pelabuhan, maskapai pelayaran, dan sebagainya. Barang-barang yang perlu dibongkar muat tidak begitu banyak, sehingga gudang barang tidak perlu besar. Untuk kelancaran masuk keluarnya penumpang dan barang, sebaiknya jalan masuk/keluar dipisahkan. Penumpang melalui lantai atas dengan menggunakan jembatan langsung ke kapal, sedang barang-barang melalui dermaga. Gambar 1.7 adalah contoh pelabuhan penumpang.
Buku Ajar Pelabuhan - Pendahuluan 1 - 11
Gambar 1.7. Pelabuhan Penumpang.
e. Pelabuhan campuran
Pada umumnya percampuran pemakaian ini terbatas untuk penumpang dan barang, sedangkan untuk keperluan minyak dan ikan biasanya tetap terpisah. Tetapi bagi pelabuhan kecil atau masih dalam taraf perkembangan, keperluan untuk bongkar muat minyak juga menggunakan dermaga atau jembatan yang sama guna keperluan barang dan penumpang. Pada dermaga dan jembatan juga diletakkan pipa-pipa untuk mengalirkan minyak.
f. Pelabuhan Militer
Pelabuhan ini mempunyai daerah perairan yang cukup luas untuk memungkinkan gerakan cepat kapal-kapal perang dan agar letak bangunan cukup terpisah. Konstruksi tambatan maupun dermaga hampir sama dengan pelabuhan barang, hanya saja situasi dan perlengkapannya agak lain. Pada pelabuhan barang letak/kegunaan bangunan harus seefisien mungkin, sedang pada pelabuhan militer bangunan-bangunan pelabuhan harus dipisah-pisah yang letaknya agak berjauhan.
1.5.5. Ditinjau Menurut Letak Geografis
Menurut letak geografisnya, pelabuhan dapat dibedakan menjadi pelabuhan alam, semi alam dan pelabuhan buatan.
a. Pelabuhan alam
Pelabuhan alam merupakan daerah perairan yang terlindungi dari badai dan gelombang secara alam, misalnya oleh suatu pulau,jazirah atau terletak di teluk, estuari dan muara sungai. Di daerah ini pengaruh gelombang sangat kecil. Pelabuhan cilacap yang terletak di selat antara daratan Cilacap dan Pulau Nusakambangan merupakan contoh pelabuhan alam yang daerah perairannya terlindung dari pengaruh gelombang yaitu oleh pulau Nusa Kambangan. Contoh dari pelabuhan alam lainnya adalah pelabuhan Palembang, Belawan, Pontianak, New York, San Fransisco, London, dsb yang terletak di muara sungai (estuari).
Estuari adalah bagian dari sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Pada waktu pasang air laut masuk ke hulu sungai. Saat pasang tersebut air sungai dari hulu terhalang dan tidak bisa langsung dibuang ke laut. Dengan demikian di estuari terjadi penampungan air dalam jumlah sangat besar. Pada waktu surut, air tersebut akan keluar ke laut . Karena volum air yang dikeluarkan sangat besar, maka kecepatan aliran cukup besar yang dapat mengerosi endapan di dasar sungai. Lama periode air pasang dan surut tergantung pada tipe pasang surut . Untuk pasang surut tipe diurne periode air pasang dan surut masing-masing adalah
Buku Ajar Pelabuhan - Pendahuluan 1 - 12
sekitar 12 jam . Sedang tipe semi diurne periode adalah 6 jam. Karena adanya pasang surut tersebut maka kedalaman air di estuari cukup besar, baik pada waktu air pasng maupun surut, sehingga memungkinkan kapal-kapal untuk masuk ke daerah perairan tersebut. Di estuari ini tidak dipengaruhi oleh gelombang, tetapi pengaruh arus dan sedimentasi cukup besar. DermagaMuara Sungai
Gambar 1.8. Pelabuhan alam di muara sungai
b. Pelabuhan buatan
Pelabuhan buatan adalah suatu daerah perairan yang dilindungi dari pengaruh gelombang dengan membuat bangunan pemecah gelombang (breakwater). Pemecah gelombang ini membuat daerah perairan tertutup dari laut dan hanya dihubungkan oleh suatu celah atau mulut pelabuhan untuk keluar masuknya kapal. Di dalam daerah tersebut dilengkapi dengan alat penambat. Bagunan ini dibuat mulai dari pantai dan menjorok ke laut sehingga gelombang yang menjalar ke pantai terhalang oleh banguan tersebut. Contoh dari pelabuhan ini adalah pelabuhan Tanjung priok , Tanjung Mas dsb. DermagaPemecah
Gambar 1.9. Pelabuhan Buatan
Buku Ajar Pelabuhan - Pendahuluan 1 - 13
c. Pelabuhan semi alam
Pelabuhan ini merupakan campuran dari kedua tipe di atas. Misalnya suatu pelabuhan yang terlindungi oleh lidah pantai dan perlindungan buatan hanya pada alur masuk. Pelbuhan bengkulu adalah contoh dari pelabuhan ini. Pelabuhan bengkulu memanfaatkan teluk yang terlindung oleh lidah pasir untuk kolam pelabuhan. Pengerukan dilakukan pada lidah pasir untuk membentuk saluran sebagai jalan masuk/keluar kapal. Contoh lainnya adalah muara sungai yang kedua sisinya dilindungi oleh jetty. Jetty tersebut berfungsi untuk menahan masuknya transpor pasir sepanjang pantai ke muara sungai , yang dapat menyebabkan terjadinya pendangkalan. Gambar 1.10 a dan 1.10.b adalah contoh pelabuhan semi alam tersebut. Pemecah gelombang DikerukDermaga tiDermaga samuderaTelukDermaga lokal Pertamina
Gambar 1.10.a. Pelabuhan Bengkulu yang berada di Teluk
Buku Ajar Pelabuhan - Pendahuluan 1 - 14
Gambar 10.b. Pelabuhan di estuari dengan perlindungan jetty
Buku Ajar Pelabuhan - Pendahuluan 1 - 15
1.6. Kapal
1.6.1. Beberapa Definisi
Panjang, Lebar dan sarat (draft) kapal yang akan menggunakan pelabuhan berhubungan langsung pada perencanaan pelabuhan dan fasilitas-fasilitas yang harus tersedia di pelabuhan . Gambar 1.11 Menunjukkan dimensi utama kapal yang akan digunakan untuk menjelaskan beberapa definisi kapal. Beberapa istilah masih diberikan dalam bahasa asing mengingat dalam praktek di lapangan istilah tersebut banyak digunakan.
Displacement Tonnage , DPL (ukuran isi tolak) adalah volume air yang dipindahkan oleh kapal dan sama dengan berat kapal. Ukuran isi tolak kapal bermuatan penuh disebut dengan Displacement Tonnage Loaded yaitu berat kapal maksimum. Apabila kapal sudah mencapai Displacement Tonnage Loaded masih dimuati lagi, kapal akan terganggu stabilitasnya sehingga kemungkinan kapal tenggelam menjadi besar. Ukuran isi tolak dalam keadaan kosong disebut dengan Displacement Tonnage Light, yaitu berat kapal tanpa muatan . Dalam hal ini berat kapal adalah termasuk perlengkapan berlayar, bahan bakar, anak buah kapal dan sebagainya.
Deadweight Tonnage, DWT (bobot mati) yaitu berat total muatan dimana kapal dapat mengangkut dalam keadaan pelayaran optimal (draft maksimum). Jadi DWT adalah selisih antara Displacement Tonnage Loaded dengan Displacement Tonnage Light.
Gross Register Tons, GRT (ukuran isi kotor), adalah volume keseluruhan ruangan kapal ( 1 GRT = 2,83 m3 = 100 ft3).
Netto Register Tons , NRT ( Ukuran Isi Bersih) adalah ruangan yang disediakan untuk muatan dan penumpang, besarnya sama dengan GRT dikurangi ruangan-ruangan yang disediakan untuk nahkoda dan anak buah kapal, ruang mesin, gang, kamar mandi, dapur, ruang peta. Jadi NRT adalah ruangan-ruangan yang dapat didayagunakan, dapat diisi dengan muatan yang membayar uang tambang.
Sarat (draft) adalah bagian kapal yang terendam air pada keadaan muatan maksimum, atau jarak antara garis air pada beban yang direncanakan (design load water line) dengantitik terendah kapal.
Panjang Total (length overall, Loa) adalah panjang kapal dihitung dari ujung depan (haluan) sampai ujung belakang (buritan).
Panjang garis air (Length Between Perpendicular, Lpp) adalah panjang antara kedua ujung design load water line.
Lebar kapal (beam) adalah jarak maksimum antara dua sisi kapal.
1.6.2. Jenis Kapal
Buku Ajar Pelabuhan - Pendahuluan 1 - 16
Selain dimensi kapal, karakteristik kapal seperti tipe dan fungsinya juga berpengaruh terhadap perencanaan pelabuhan . Tipe kapal berpengaruh kepada tipe pelabuhan yang akan direncanakan . Sesuai dengan fungsinya, kapal dapt dibedakan menjai beberapa tipe sebagai berikut.
a. Kapal penumpang
Di Indonesia yang merupakan negara kepulauan dan taraf hidup sebagaian pendudukny relatif masih rendah, kapal penumpang masih mempunyai peran yang cukup besar. Jarak antara pulau yang relatif dekat masih bisa dilayani oleh kapal-kapal penumpang. Selain itu dengan semakin mudahnya hubungan antar pulau (Sumatera- Jawa- Bali) , semakin banyak beroperasi ferri-ferri yang memungkinkan mengangkut mobil, bis, dan truk bersama-sama dengan penumpangnya. Pada umumnya kapal penumpang mempunyai ukuran relatif kecil.
Di negara maju, kapal-kapal besar antar lautan menjadi semakin jarang. Orang lebih memilih pesawat terbang untuk menempuh jarak yang jauh. Sebaliknya muncul kapal pesiar dan juga ferri.
b. Kapal barang
Kapal barang khusus dibuat untuk mengangkut barang. pada umumnya kapal barang mempunyai ukuran yang lebih besar daripada kapal penumpang. Bongkar muat barang bisa dilakukan dengan dua cara yaitu secara vertikal dan secar horisontal. Bongkar muat secara vertikal yang biasa disebut lift on/lift off (Lo/Lo) dilakukan dengan keran kapal, keran mobil dan atau keran tetap yang ada di dermaga. pada bongkar muat secara horisontal yang disebut Roll on/Roll off (Ro/Ro) barang-barang dingkut dengan menggunakan truk.
Kapal ini juga dapat dibedakan menjadi beberapa macam sesuai dengan barang yang diangkut, seperti biji-bijian , barang-barang yang dimasukkan ke dalam peti kemas (container), benda cair (minyak, bahan kimia, gas alam, gas alam cair dan sebagainya).
b.1. Kapal barang umum (general cargo ship)
Kapal ini digunakan untuk mengangkut muatan umum (general cargo). Muatan tersebut bisa terdiri dari bermacam-macam barang yang dibungkus dalam peti , karung dan sebagainya yang dikapalkan oleh banyak pengirim untuk banyak penerima di beberapa pelabuhan tujuan.
Kapal jenis ini antara lain :
Buku Ajar Pelabuhan - Pendahuluan 1 - 17
1. Kapal yang membawa peti kemas yang mempunyai ukuran yang telah distabdarisasi. Berat masing-masing peti kemas antara 5 ton sampai 40 ton . Kapal peti kemas yang paling besar mempunyai panjang 300 meteruntuk 3600 peti kemas berukuran 20 ft (6 meter).
2. Kapal dengan bongkar muat secara horisontal (roll on/roll off) untuk transpor truk, mobil dan sebagainya.
b.2. Kapal barang curah (bulk cargo ship)
Kapal ini digunakan untuk mengangkut muatan curah yang dikapalka dalam jumlah banyak sekaligus. Muatan curah ini bisa berupa beras, gandum, batu bara, bijih besi dan sebagainya. Kapal jenis ini yang terbesar mempunyai kapasitas 175.000 DWT dengan panjang 330 m, lebar 48,5 m dan sarat 18,5 meter.
Sejak beberapa tahun ini telah muncul kapal campuran OBO (Ore-Bulk-Oil) yang dapat memuat barang curah dan barang cair secara bersama-sama. Kapal jenis ini berkembang dengan pesat dan yang terbesar mempunyai kapasitas 260.000 DWT.
b.3. Kapal tanker
Kapal ini digunakan untuk mengangkut minyak yang umumnya mempunyai ukuran sangat besar. Berat yang bisa diangkut bervariasi antara beberapa ribu ton sampai ratusan ribu ton . Kapal terbesar bisa mencapai 555.000 DWT (kapal P. Guillaumat yang mempunyai panjang 414 meter, lebar 63 meter dan sarat 28,5 meter).
Karena barang cair yang berada di dalam ruangan kapal dapat bergerak secara horisontal (memanjang dan melintang), sehingga dapat membahayakan stabilitas kapal, maka ruangan kapal dibagi menjadi beberapa kompartemen (bagian ruangan) yang berupa tangki-tangki . Dengan pembagian ini maka tekanan zat cair dapat dipecah sehingga tidak membahayakan stabilitas kapal. Tetapi dengan demikian diperlukan lebih banyak pompa dan pipa-pipa untuk menyalurkan minyak masuk dan keluar kapal.
b.4. Kapal khusus (special designed ship)
Kapal ini dibut khusus untuk mengangkut barang-barang tertentu seperti daging yang harus diangkut dalam keadaan beku, kapal pengangkut gas alam cair (liquified natural gas, LNG) dan sebagainya.
Di samping kapal-kapal yang telah disebutkan di atas masih ada jenis-jenis kapal lainnya seperti kapal pengangkap ikan, kapal kerja (misalnya kapal tunda, kapal suplai, kapal keran apung, kapal pemancang tiang, kapal keruk ) kapal pesiar dan kapal perang.
Buku Ajar Pelabuhan - Pendahuluan 1 - 18
1.6.3. Karakteristik Kapal
Daerah yang diperlukan untuk pelabuhan tergantung pada karakteristik kapal yang akan berlabuh. Pengembangan pelabuhan di masa mendatang harus meninjau daerah perairan untuk alur, kolam putar, penambatan, dermaga, tempat pmbuangan bahan pengerukan, daerah daratan yang diperlukan untuk penempatan, penyimpanan dan pengangkutan barang-barang. Kedalaman dan lebar alur pelayanan tergantung pada kapal terbesar yang menggunakan pelabuhan. Kuantitas angkutan (trafik) yang diharapkan menggunakan pelabuhan juga menentukan apakah alur untuk satu jalur atau dua jalur. Luas kolam pelabuhan dan panjang dermaga sangat dipengaruhi oleh jumlah dan ukuran kapal yang akan berlabuh.
Utuk keperluan perencanaan pelabuhan tersebut maka berikut ini diberikan dimensi dan ukuran kapal secara umum, seperti terlihat dalam Tabel 1.1 Lpp Loa d B
Gambar 1.11 Dimensi kapal
Tabel 1.1. Karakteristik kapal
Bobot
Panjang
Loa (m)
Lebar (m)
Draft (m)
Bobot
Panjang
Loa (m)
Lebar (m)
Draft (m)
Kapal Penumpang (GRT)
Kapal Minyak (lanjutan)
500
61
10,2
2,9
20.000
162
24,9
9,8
1.000
68
11,9
3,6
30.000
185
28,3
10,9
2.000
88
13,2
4,0
40.000
204
30,9
11,8
3.000
99
14,7
4,5
50.000
219
33,1
12,7
5.000
120
16,9
5,2
60.000
232
35,0
13,6
Buku Ajar Pelabuhan - Pendahuluan 1 - 19
8.000
142
19,2
5,8
70.000
244
36,7
14,3
10.000
154
20,9
6,2
80.000
255
38,3
14,9
15.000
179
22,8
6,8
Kapal Barang Curah (DWT)
20.000
198
24,7
7,5
10.000
140
18,7
8,1
30.000
230
27,5
8,5
15.000
157
21,5
9,0
Kapal Barang (DWT)
20.000
170
23,7
9,8
700
30.000
9,7
3,7
30.000
192
27,3
10,6
1.000
40.000
10,4
4,2
40.000
208
30,2
11,4
2.000
50.000
12,7
4,9
50.000
222
32,6
11,9
3.000
60.000
14,2
5,7
70.000
244
37,8
13,3
5.000
70.000
16,4
6,8
90.000
250
38,5
14,5
8.000
80.000
18,7
8,0
100.000
275
42,0
16,1
10.000
137
19,9
8,5
150.000
313
44,5
18,0
15.000
153
22,3
9,3
Kapal Ferry (GRT)
20.000
177
23,4
10,0
1.000
73
14,3
3,7
30.000
186
27,1
10,9
2.000
90
16,2
4,3
40.000
201
29,4
11,7
3.000
113
18,9
4,9
50.000
216
31,5
12,4
4.000
127
20,2
5,3
Kapal Minyak (DWT)
138
22,4
5,9
700
50
8,5
3,7
8.000
155
21,8
6,1
1.000
61
9,8
4,0
10.000
170
25,4
6,5
2.000
77
12,2
5,0
13.000
188
27,1
6,7
3.000
88
13,8
5,6
Kapal Peti Kemas (DWT)
5.000
104
16,2
6,5
20.000
201
27,1
10,6
10.000
130
20,1
8,0
30.000
237
30,7
11,6
15.000
148
22,8
9,0
40.000
263
33,5
12,4
50.000
280
35,8
13,0
Sesuai dengan penggolongan pelabuhan dalam empat sistem pelabuhan maka kapal-kapal yang menggunakan pelabuhan tersebut juga disesuaikan, seperti terlihat dalam tabel 1.2.
Tabel 1.2. Dimensi Kapal Pada Pelabuhan
Dimensi kapal
Tipe Pelabuhan
Bobot (DWT)
Draft (m)
Panjang (m)
Panjang Dermaga (m)
1. Gate way port
a. Kapal kontainer
b. Kapal barang umum
c. Kpl Barang dr Colector Port
d. Kapal Penumpang
15.000-25.000
8.000-20.000
5.000-7.000
3.000-5.000
9,0-12,0
8,0-10,0
7,5
5,0-6,0
175-285
135-185
100-130
100-135
300
200
150
165
2. Collector Port
Kapal Barang
a. Dari pelabuhan pengumpul
b. Dari pelabuhan cabang
5000-7000
500-3000
7,5
4,0-6,0
100-130
50-90
150
110
Buku Ajar Pelabuhan - Pendahuluan 1 - 20
3. Trunk port
a. Kapal barang
-Dari pelabuhan pengumpul
-Dari pelabuhan Feeder
b. Kapal Perintis
500-3000
500-1000
700-1000
4,0-6,0
6,0
6,0
50-90
110
75
75
4. Feeder port
a. Kapal barang
b. Kapal perintis
< 1000
500–1000
6,0
6,0
75
Buku Ajar Pelabuhan - Pendahuluan 1 - 21